Jakarta, Seringkali seseorang merasa dirinya tak berarti di dunia ini. Padahal, sebaliknya, dengan seseorang merasa hidupnya berarti bagi orang lain dan memiliki tujuan hidup, kondisi kesehatannya disebut bisa lebih baik dan panjang umur.
Peneliti di Mt. Sinai St. Luke's-Roosevelt Hospital, New York City, menyebutkan seseorang yang memiliki tujuan hidup dan merasa dirinya berarti untuk orang lain memiliki kesehatan jantung yang lebih baik. Meski belum jelas bagaimana hubungan antara kedua hal itu, tapi peneliti menekankan penanaman arti diri pada seseorang bisa membantu meningkatkan status kesehatan meraka.
Untuk mengetahui hubungan tujuan dan arti hidup yang dimiliki seseorang, peneliti menganalisis sepuluh studi sebelumnya terhadap 136.000 orang dari Amerika Serikat dan Jepang dengan rata-rata usia 67 tahun. Selama diamati sekitar tujuh tahun, lebih dari 14.500 relawan meninggal. Kematian disebabkan berbagai hal dan sekitar 4.000 kasus disebabkan karena serangan jantung, stroke, atau kondisi yang berhubungan dengan jantung.
"Tapi, kami menemukan bahwa orang yang melaporkan mereka memiliki tujuan jelas dalam hidupnya dan merasa berarti bagi orang lain, mempunyai risiko 20 persen lebih rendah untuk meninggal selama periode penelitian," tutur salah satu peneliti, Alan Rozanski seperti dilaporkan HealthDay dan dikutip dari Newsmaxhealth, Senin (7/12/2015).
Selain itu, orang-orang yang mengatakan hidupnya lebih berarti juga berisiko lebih rendah mengalami masalah terkait jantung. Rozanski menekankan, studi ini tidak membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara rasa berarti dalam hidup dengan waktu hidup yang lebih lama. Sehingga, meski penelitian lanjutan diperlukan, tapi setidaknya studi ini bisa membantu seseorang melindungi tubuhnya dari respons terhadap stres, dengan kata lain mempromosikan gaya hidup sehat.
"Dari catatan kami, memiliki tujuan hidup yang kuat dan merasa dirinya berarti sudah diduga sebagai dimensi penting dalam kehidupan. Dengan begitu, orang bisa merasa memiliki kekuatan, motivasi, dan ketahanan. Tapi, implikasi medis dari rasa berarti dalam hidup masih baru-baru saja menarik perhatian peneliti," terang Rozanski.
Rozanski melanjutkan, temuan itu sangat penting karena bisa membuka intervensi baru untuk membantu seseorang meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraannya. Studi ini diterbitkan dalam jurnal Psychosomatic Medicine: Journal of Biobehavioral Medicine
Buka Link Disini tjoyyy
musi
Senin, 07 Desember 2015
Minggu, 06 Desember 2015
Alergi WiFi, Apakah Hipersensitif Gelombang Radio Nyata?
Jakarta, Gelombang elektromagnet bagi beberapa orang bisa dianggap menjadi penyebab masalah. Mereka yang tadinya sehat tiba-tiba saja menjadi sakit kepala, pusing, dan mengalami iritasi kulit layaknya orang yang mengalami alergi.
Kondisi tersebut oleh World Health Organization (WHO) dinamai electromagnetic hypersensitivity (EHS). Diketahui kasus terbaru dari kondisi tersebut menimpa seorang gadis 15 tahun di Inggris yang dilaporkan media setempat bunuh diri karena tak tahan sinyal WiFi di sekolahnya.
Survei dari beberapa orang yang mengaku memiliki kondisi EHS menunjukkan gejala dapat muncul ketika mereka dekat dengan benda yang mengeluarkan sinyal radio seperti telepon seluler, layar komputer, dan pemancar WiFi.
Namun demikian benarkah penyakit EHS betul-betul ada? Ulasan pustaka yang menelaah 46 studi di jurnal Bioelectromagnetics menunjukkan orang dengan EHS tak bisa menentukan pasti ada atau tidaknya paparan gelombang ketika mereka dipapar diam-diam.
WHO juga dalam situsnya menulis bahwa EHS adalah kumpulan dari gejala yang tak spesifik dan EHS-nya sendiri bukan merupakan sebuah kondisi medis.
"Orang yang bilang bahwa dirinya punya EHS jelas sedang sakit. Tapi sains menunjukkan bukan sinyal elektromagnet yang menyebabkan penyakitnya," kata psikolog senior sekaligus peneliti EHS dr James Rubin dari King's College London kepada livescience dan dikutip Senin (7/12/2015).
Rubin pada tahun 2009 telah meneliti berbagai gejala dan pemicu EHS di lebih dari 1.000 kasus. Dalam tulisannya itu Rubin menemukan bahwa eksperimen yang berulang dalam ruang terkontrol gagal mereplikasi fenomena.
Oleh karena itu WiFi tak jadi tersangka utama dalam EHS. Menurut Rubin ada faktor lingkungan lain yang berbeda untuk tiap individu dan menjadi pemicu gejala.Link Artikel
Kondisi tersebut oleh World Health Organization (WHO) dinamai electromagnetic hypersensitivity (EHS). Diketahui kasus terbaru dari kondisi tersebut menimpa seorang gadis 15 tahun di Inggris yang dilaporkan media setempat bunuh diri karena tak tahan sinyal WiFi di sekolahnya.
Survei dari beberapa orang yang mengaku memiliki kondisi EHS menunjukkan gejala dapat muncul ketika mereka dekat dengan benda yang mengeluarkan sinyal radio seperti telepon seluler, layar komputer, dan pemancar WiFi.
Namun demikian benarkah penyakit EHS betul-betul ada? Ulasan pustaka yang menelaah 46 studi di jurnal Bioelectromagnetics menunjukkan orang dengan EHS tak bisa menentukan pasti ada atau tidaknya paparan gelombang ketika mereka dipapar diam-diam.
WHO juga dalam situsnya menulis bahwa EHS adalah kumpulan dari gejala yang tak spesifik dan EHS-nya sendiri bukan merupakan sebuah kondisi medis.
"Orang yang bilang bahwa dirinya punya EHS jelas sedang sakit. Tapi sains menunjukkan bukan sinyal elektromagnet yang menyebabkan penyakitnya," kata psikolog senior sekaligus peneliti EHS dr James Rubin dari King's College London kepada livescience dan dikutip Senin (7/12/2015).
Rubin pada tahun 2009 telah meneliti berbagai gejala dan pemicu EHS di lebih dari 1.000 kasus. Dalam tulisannya itu Rubin menemukan bahwa eksperimen yang berulang dalam ruang terkontrol gagal mereplikasi fenomena.
Oleh karena itu WiFi tak jadi tersangka utama dalam EHS. Menurut Rubin ada faktor lingkungan lain yang berbeda untuk tiap individu dan menjadi pemicu gejala.Link Artikel
Jumat, 06 Maret 2015
Askep Ca Laring
BAB I
PENDAHULUAN
A .
Latar belakang
Laring atau organ suara adalah struktur evitel epitel kartilago
yang menghubungkan laring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah
dari obstrusi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering di sebut kotak
suara dan terdiri dari epiglotis, glottis, kartilago tiroid, kartilago
aritenoid, pita suara.
Karsinoma laring merupakan tumor ganas ketiga menurut jumlah tumor
ganas di bidang THT dan lebih banyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun.
Yang sering adalah karsinoma sel skuamosa.
Belum di ketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi yang
dapat menyebabkan Ca laring adalah roko, alkohol, terpapar oleh sinar
radioaktif, infeksi kronis (herves simpleks).
Gejalanya adalah suara serak adalah hal yang akan nampak pada
pasien dengan kangker pada daerah glotis, pasien mungkin mengeluhkan nyeri dan
rasa terbakar pada tenggorokan, suatu gumpalan mungkin teraba di belakang
leher. Gejala lanjut meliputi disfagia, dispnoe, penurunan berat badan.
Asuhan keperawatan pada hakekatnya adalah suatu ilmu atau metode untuk
menentukan suatu diagnosa, merencanakan keperawatan, menginterprestasi respon
manusia terhadap masalah kesehatan baik aktual maupun potensial untuk memenuhi
kebutuhan dasar yang mencakup bio, psiko, sosial, dan spiritual.
B.Tujuan penulisan
Tujuan
umum :
Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan medikal bedah
tentang Ca laring dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan.
Tujuan
khusus :
1.
Mampu memahami konsep dasar dari kangker laring.
2.
Mampu menjelaskan bagaimana etiologi, patofisiologi, dan terapinya.
3.
Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit kangker
laring
4.
Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien kangker laring.
5.
Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan kangker
laring.
6.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan kangker
paru-paru.
7.
Mampu mengevaluasi asuhan keperawatn.
C.
Metode Penulisan
Metode yang di gunakan dalam
pembuatan makalah ini yaitu menggunakan study pustaka yang diambil dari
beberapa sumber .
D.
Sistematika penulisan
1.
Daftar Isi
2. Kata Pengantar
3.
Bab I : Pendahuluan
A.
latar belakang masalah,
B.
tujuan penulisan ( tujuan umum dan tujuan khusus),
C.
metode penulisan,
D.
sistematika penulisan
4.
BAB II : Tinjauan Teoritis
A. Definisi
B. Etiologi
C. Fatofisiologi
D. Manifestasi
E. Pemeriksaan diagnosis
F. Penatalaksanaan
G. Konsep
5.
BAB III :
Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
6.
BAB IV : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Laring adalah organ pita suara yang terletak dibawah dan depan
pharyx, serta ujung proksimal trakea.
Karsinoma adalah pertumbuhan ganas yang berasal dari sel epitel
atau pertumbuhan jaringan yang abnormal.
Karsinoma laring adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya
sel sekuomosa laring yang tidak normal atau abnormal yang terbatas pada pita
suara yang bertumbuh perlahan karna suplai limfatik yang jarang ketempat
sekitar jaringan seperti epiglotis pita suara palsu dan sinus-sinus pirifonis
yang banyak mengandung banyak pembulu limfe dan meluas dengan cepat dan segera
bermetastase ke kelenjar limfe leher bagian dalam.
Karsinoma laring adalah karsinoma (keganasan sel sekuomosa pita
suara dan jaringan sekitarnya). (C. Long barbara:408).
Kansinoma laring merupakan tumor yang ketiga menurut jumlah tumor
ganas di bidang THT dan lebih banyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun.
Yang sering ada jenis karsinoma sel skuamosa (kapita selekta kedokteran , edisi
3. Hal:136)
B.
Etiologi
Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok. Tiga dari empat
klien yang mengalami kangker laring adalah mantan perokok atau masih merokok.
Alkohol tampaknya bekerja sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan resiko
perkembangan tumor ganas pada saluran pernapasan atas. Faktor resiko tambahan
meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes, debu kayu, dan produk minyak, dan
inhalasi asap beracun lain. Laringitis kronis dan penggunaan suara yang
berlebih juga dapat berkontribusi.
C.
Patofisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun.
Kebanyakan pada orang laki-laki. Hal ini mugkin berkaitan dengan kebiasaan
merokok, bekerja dengan debu serbuk, logam berat.
Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.
Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) metastase akan lebih umum
terjadi. Tumor supraglotis dan subglotis harus cukup besar sebelum mengenai pita suara sehingga
mengakibatkan suara serak. Tumor pita suara masih dapat digerakkan.
D.
Manifestasi klinis
Suara serak adalah hal pertama yang akan tampak pada pasien dengan
kanker pada daerah glotis karena tumor
menggangu kerja pita suara selama berbicara. Suara mungkin terdengar parau dan
puncak suara rendah. Bunyi suara yang terganggu bukan merupakan tanda dini
kanker subglotis atau supra glotis namun, pasien mungkin mengeluh kan nyeri dan
rasa terbakar pada tenggorokan ketika minum cairan hangat atau jus jeruk.
Gejala lanjut termasuk kesulitan menelan (disfagia) atau kesulitan bernapas
(dispnea) suara serak, nafas bau. Perbesaran nodus limfe serfikal. Penurunan
berat badan dan status kelemahan umum, dan nyeri menjalar ke telinga dapat
terjadi bersama metastasis.
E.
Pemeriksaan diagnostik
Pengkajian awal termasuk pengumpulan riwayat kesehatan yang
lengkap, dan pemeriksaan kepala dan
leher. Laringoskopi tidak langsung di lakukan untuk mengevaluasi secara visual
keluasan tumor. Uji diagnostik, termasuk pemeriksaan sinar x jaringan lunak,
tomogram, xerogram, pemeriksaan kontras, dan pencitraan resonansi magnetik (MRI),
di lakukan sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan
perttumbuhan tumor. Bagaimana pun, pemeriksaan laringoskopi langsung di bawah
anastesi umum, adalah metode primer untuk mengevaluasi laring. Pertumbuhan
tumor dapat mengenai ke tiga area dan penampilan nya dapat beragam.
Sebagian besar tumor adaah tumor sel skuamosa. Tumor ini di
kelompokan berdasarkan keluasan tumor primer (T) yang mencakup ukuran dan
invasi kedalam tempat lain; letak dan keluasan nodus yang terkena (N), dan
tingkat metastasis (M). Klasifikasi tumor menentukan modalitas pengobatan yang
akan di berikan. Karena banyak dari lesi
tumor ini adalah submukosa, mungkin di perlukan biopsi yang di lakukan dengan
insisi di gunakan dengan teknik mikro laringeal atau untuk memotong mukosa dan
mencapai tumor.
Mobilitas pita suara dikaji: jika gerakan normalnya terbatas, maka
pertumbuhan tumor mungkin sudah mengenai otot, jaringan lain dan bahkan jalan
nafas. Nodus limfe leher dan kelenjar tyroid di palpasi untuk menentukan
penyebaran keganasan.
F.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan untuk kondisi ini bervariasi sejalan dengan keluasan
malignasi. Pengobatan pilihan termasuk terapi radiasi dan pembedahan.
Pemeriksaan gigi dilakukan untuk menyingkirkan setiap penyakit mulut. Semua
masalah yang berkaitan dengan gigi diatasi, jika mungkin, sebelum dilakukan
pembedahan.
Jika pembedahan akan dilakukan, tim yang tardiri atas disiplin ilmu
menevaluasi kebutuhan pasien dan keluarga untuk mengembangkan suatu rencana
perawatan yang berhasil.
Terapi radiasi
Hasil yang samgat memuaskan dapat dicapi dengan terapi radiasi pada
pasien yang hanya mengalami satu pita suara yang sakit dan normalnya dapat
digerakkan. Selain itu, pasien ini masih memiliki suara yang hampir normal,
beberapa mungkin mengalami Kondritis (Inflamasi Kartilago) atau Stenosis,
sejumlah kecil dari mereka yang mengalami stenosis nantinya membutuhkan
Laringektomi. Terapi radiasi juga dapat digunakan secara praoperatif untuk
mengurangi ukuran tumor.
Operasi : Laringektomi
1.
Laringektomi parsial (Laringo fisura – tirotomi)
Direkomendasikan kanker area glotis tahap dini ketika hanya satu pita
suara yang terkena, tindakan ini mempunyai angka penyembuhan yang sangat
tinggi. Dalam operasi ini, satu pita suara diangkat dan semua struktur lainnya
tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas akan tetap
utuh dan pasien seharunya tidak memiliki kesulitan menelan.
2.
Laringektomi supraglotis (
Horizontal)
Digunakan dalam penatalaksanaan tumor supraglotis tulang hioid,
glotis, dan pita suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid, dan
trakea tetap utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat
yang sakit. Selang trakeostomi dipasang dalam trakea sampai jalan nafas glotis
pulih. Selang trakeostomi ini biasanya diangkat setelah beberapa hari dan stoma
dibiarkan menutup. Nutrisi diberiakan mealalui nasogastrit sampai terdapat
penyembuhan dan tidak ada lagi bahaya aspirasi. Pasca operatif, klien
kemungkinan akan mengaklami kesulitan untuk menelan selama dua minggu pertama.
Keuntungan utama dari operasi ini adalah bahwa suara akan kembali pulih seperti
biasa. Masalah untamanya adalah bahwa kanker tersebut akan kambuh. Karenanya,
pasien harus dengan sangat cermat dipilih untuk menjalani tindakan ini.
3.
Laringektomi hemivertikal
Dilakukan jika tumor meluas di luar pita suara, tetapi perluasan
tersebut kurang dari 1cm dan terbatas pada area subglotis. Dalam prosedur ini,
kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis tengah leher dan bagian pita
suara ( 1 pita suara sejati dan 1 pita suara palsu) dengan pertumbuhn tumor
diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago diangkat. Pasien akan
mempunyai selang trakeostomi dan selang nasogastric setelah operasi. Pasien
beresiko mengalami aspirasi pasca operasi. Beberapa perubahn dapat terjadi pada
kualita suara (sakit tenggorok) dan proyeksi. Namun demikian jalan nafas dan
fungsi menelan tetap utuh.
4.
Laringektomi total
Dilakukan ketika kanker meluas diluar pita suara. Lebih jauh
ketulang tioid, epiglotis, kartilago krikoid, dan dua atau tiga cincin trakea
diangkat. Lidah, dinding faringeal, dan trakea ditinggalkan. Banyak ahli bedah
yang menganjurkan dilakukannya diseksi
leher pada sisi yang sama dengan lesi
bahkan tidak terabanudus limfe sekalipun. Rasional untuk tindakan ini adalah
bahwa metastasis ke nodus limfe servikal sering terjadi. Masalahnya akan lebih
rumit jika lesi mengenai struktur garis tengah atau kedua pita suara. Dengan
atau tanpa diseksi leher, laringektomi total membutuhkan stoma trakea permanen.
Stoma ini mencegah aspira si makanan dan
cairan kedalam saluran pernapasan baah, karena laring yang memberikan
perlindungan sfingter tidak ada lagi. Pasien tidak akan mempunyai suara lagi
tetapi fungsi menelan akan normal. Laringektomi total mengubah cara dimana
aliran udara digunakan untuk bernafas dan berbicara.
BAB III
Asuhan Keperawatan Teoritis
A . Pengkajian
a. Identitas diri pasien
Identitas yang harus diketahui perawat
meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, kepercayaan, status pendidikan, dan
pekerjaan klien.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas yang harus di ketahui perawat
meliputi nama, umur, jenis kelamn, alamat, kepercayaan, status pendidikan dan
pekerjaan penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
c. Keluhan utama
Keluhan utama pada ca laring meliputi
sakit tenggorokan. Sulit menelan, sulit bernafas, suara keras, hemoptisis dan
batuk, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, lemah.
d. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya suara serak adalah hal yag akan
nampak pada pasien dengan kanker pada daerah glotis, pasien mungkin mengeluhkan
nyeri dan rasa terbakar pada tenggorokan, suatu gumpalan mungkin teraba pada
belakang leher. Gejala lanjut meliputi dispagia, dispnoe, penurunan berat
badan.
e. Riwayat penyakit dahulu
1. Tanyakan apakah klien perna mengalami infeksi kronis
2. Tanyakan pola hidup klien(meroko, minum alkohol)
3. Riwayat penyakit keluaga
Tanyakan pada klien apakah ada kluarga yang pernah
mengalami penyakit yang sama. Atau adakah keluarga yang meninggal akibat
penyakit ini.
f. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pencernaan
Adanya kesulitan menelan
Tanda : kesulitan menelan, mudah tesegak, sakit saat
menelan, sakit tenggorokan yang menetap, bengkak, luka. Inflamasi atau drainase
orang, kebersihan gigi buruk. Pembengkakan lidah dan gangguan reflek.
2. Sistem penafasan
1. Adanya benjolan dileher
2. Asimetri leher
3. Nyeri tekan pada leher
4. Adanya pembesaran pada limfe
5. Dispnea
6. Sakit tenggorokan
7. Suara tidak ada
g. Pemeriksaan penunjang
1. Laringoskop
Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor.
2. Foto thoranks
Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses
spesifik dan metastasis di paru.
3. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor atau penjalaran tumor
pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis KGB leher.
4. Biopsi Laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil
patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skoumosa.
B.
Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan gangguan kemampuan untuk bernafas
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak efektifan menelan
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan penekanan serabut syaraf oleh sel-sel tumor.
C. Intervensi
Dx 1
: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan kemampuan
untuk bernafas
Tujuan
: Klien akan mempertahankan jalan nafas tetap terbuka
Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih dan
jelas, tidak sesak, tidak sianosis, frekuensi nafas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi frekuensi
atau kedalaman pernafasan
|
Per ubahan pada pernafasan, adanya ronki, menggi,
diduga adanya retensi sekret
|
Tinggikan kepala
30-45
|
Memudahkan drainase sekret
|
Dorong menelan bila
pasien mampu
|
Mencegah penggumpalan sekret oral menurunkan
resiko aspirasi
|
Berikan
humidifikasi tambahan
|
Fisiologi normal
|
Dx 2 : Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan
ketidak efektifan menelan
Tujuan : Klien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi
yang adekuat
Kriteria hasil : Membuat pilihan diit untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dalam situasi individu, menunjukan peningkatan BB.
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi bunyi usus
|
Makan dimulai hanya setelah bunyi usus membaik
setelah operasi
|
Pertahankan selang makan
|
Selang dimasukkan pada pembedahan dijahit, awalnya selang digabungkan
dengan penghisap untuk menurunkan mual dan muntah
|
Ajarkan pasien tekhnik makan sendiri
|
Membantu meningkatan keberhasilan nutrisi dan
mempertahankan kemandirian
|
Berikan diit nutrisi seimbang
|
Macam-macam jenis makanan dapat dibuat untuk tambahan atau batasan
faktor tertentu.
|
Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan penekanan serabut syaraf oleh sel-sel tumor
Tujuan : Mengidentifikasi perasaan dan
metode koping untuk persepsi negatif pada diri sendiri.
Kriteria hasil : Menunjukkan adaptasi
awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti dengan partisipasi aktifitas
keperawatan diri, dan interaksi positif dengan orang lain.
Intervensi
|
Rasional
|
Catat bahasa tubuh non verbal, perilaku negatif
atau bicara sendiri.
|
Dapat menunjukan depresi atau keputus asaan
|
Catat reaksi emosi
|
Pasien dapat mengalami depresi cepat atau reaksi syok dan menyangkal
|
Kolaborasi dengan ahli psikologis
|
Membantu pasien menghadapi rehabilitasi dan
kesehatan
|
D. Implementasi
Dx 1 :
1. Mengawasi frekuensi atau kedalaman pernafasan
2. Meninggikan kepala 30-45
3. Mendorong menelan bila pasien mampu
4. Memberikan humidifikasi tambahan
Dx 2 :
1. Mengauskultasi bunyi usus
2. Mempertahankan selang makan
3. Mengajarkan pasien tekhnik makan sendiri
4. Memberikan diit nutrisi seimbang
Dx 3 :
1. Mencatat bahasa tubuh non verbal, perilaku negatif atau bicara sendiri.
2. Mencatat reaksi emosi
3. Berkolaborasii dengan ahli psikologis
E. Evaluasi
1. klien dapat mempertahankan jalan napas tetap terbuka
2. klien dapat berkomunikasi dengan efektif
3. nyeri klien berkurang
4. kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
5. kepercayaan diri klien meningkat
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kanker laring adalah keganasan pada laring. Kanker ini dapat
menimbulkan kematian jika tidak cepat ditangani. Pad karsinoma laring,
etiologinya tidak diketahui secara pasti, namun memiliki beberapa faktor resiko
diantaranya merokok, debu, serbuk kayu, kimia toksik, polusi industri an
lain-lain. Dalam kasus kanker laring ini muncul beberapa diagnosa yang sering muncul,
yaitu :
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan gangguan kemampuan untuk bernafas
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan
ketidak efektifan menelan
3.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
penekanan serabut syaraf oleh sel-sel tumor.
B. Saran
Di
harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dalam penulisan makalah
ini masih banyak jauh dari sempurna. Untuk itu kami sebagai tim penyusun berharap pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya yang membangun, agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa jadi lebih baik. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
dr. Jan Tambayong. Patofisiologi Untuk Keperawatan.
Penerbit buku kedokteran
rohmah, Nikmatur. Proses Keperawatan. Arruz Media
Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC 2001.
Langganan:
Postingan (Atom)